“Kita bakal baik-baik aja ‘kan? Kamu nggak akan lupa kasih aku kabar, ‘kan?”
“Hai, Sayang. Kamu tadi makan apa? Tugas kampus udah beres? Mau video call sekarang nggak?”
“Aku capek, pengen cerita. Coba ada kamu di sini…”
“Sayang.”
“Apa?”
“Kangen.”
Terpisah
berkilo-kilometer jauhnya karena harus hidup berbeda kota, rutinitas
yang kita miliki 180 derajat berlainan dari pasangan-pasangan lainnya.
Untuk kita, tak ada kemewahan dalam wujud makan bersama setiap malam,
atau jalan-jalan menjelajahi tempat baru di akhir pekan.
Tak selamanya aku bisa berpikir baik. Ada saat di mana jarak
membuatku cemburu, mencemaskan utuhnya perasaanmu. Kadang lebih mudah
bagiku untuk menyerah pada keadaan. Jika bukan karena beberapa hal,
mungkin aku tak akan sekuat sekarang.
Aku selalu menyimpan rindu. Hampir apapun kulakukan demi menghabiskan lebih banyak waktu bersamamu.
Tahukah kau apa yang membuatku tersenyum? Bangun di pagi hari dan melihat lampu LED ponsel Xiaomi-ku berkedip ungu. Tanpa melihatnya pun aku tahu, itu pesan darimu.
“Ayaaank bangun .” Kadang pesanmu sesingkat itu.
“Yaaaankk, banguuuun… PING!!~~”
Ah, betapa kau selalu berusaha ceria. Betapa kau selalu berhasil membuatku berkali-kali jatuh cinta.
Bagaimanapun, aku mesti berlapang dada. Ujian ini adalah demi masa depan kita bersama
Ini hanya untuk sementara
Seperti
tadi aku mengaku: aku selalu rindu. Namun aku pun tahu, bukan hubungan
yang sehat namanya jika aku tak punya dunia selain dirimu. Itulah yang
selalu kuputar di rongga kepala setiap waktu: dalam hari-hari di mana
aku merasa rinduku sudah keterlaluan hebatnya. Paling tidak, aku masih
punya banyak hal yang bisa kunikmati selagi kau tak ada di sini. Aku pun
beruntung, dikelilingi teman-teman sejati.
“Elah, sendirian terus… Apa bedanya kamu sama jomblo kayak kita?”
Aku
tertawa saja mendengar lawakan mereka. (Hei, jangan dikira aku tak
bisa lagi tertawa!) Kau pun pasti senang mendengar keadaanku relatif
baik-baik saja. Aku masih makan dengan lahap, belajar dengan giat,
berkumpul dengan teman-teman hingga lupa waktu dan mentari pagi yang
mengingatkanku.
Perpisahan ini sementara. Kita lakukan demi masa
depan yang lebih baik untuk berdua. Kau selalu berkata, “Aku
“meninggalkanmu” bukan untuk bersenang-senang sendiri.” Kau bekerja
tanpa lelah, mengejar ambisi. Aku pun berusaha begitu: menyibukkan
diri dalam proyek-proyek pribadi serta hobi agar setiap waktuku di sini
tak terbuang tanpa arti.
Berjanjilah untuk selalu percaya. Jarak ini bukan apa-apa dibandingkan masa yang sudah menanti kita berdua
Ini hanya sementara. Sebentar, saja
Beratnya
hari-hari yang kita lalui saat ini bukannya tanpa balasannya. Andai
kita berlapang dada — sedikit lagi saja — pengorbanan kita sekarang tak
akan sia-sia. Aku berjanji; dan semoga kau memercayainya.
Ingatkah
saat aku dulu pertama kali memintamu menjadi yang ada dalam doaku?
Hingga sekarang, aku tak pernah merasa salah telah memilihmu. Kau yang
baik hati dan setia. Kau yang sepenuh hati mengejar cita-cita, kau yang
selalu ceria. Kau yang membuatku menjadi aku yang seutuhnya.
Jarak
kita sekarang bukan apa-apa dibandingkan masa depan yang kita punya
bersama. Sebelum terlalu lama, kita akan bertemu lagi. Dan ada saatnya
nanti, di masa yang akan datang, aku tidur tak lagi ditemani boneka darimu , namun hangatnya tubuhmu. Kita tak akan mengucapkan selamat tinggal — hanya selamat malam.
Sebelum waktu itu tiba, kita harus bahagia dengan apa yang ada.
Dariku,
Yang setiap pagi menanti pesan baru darimu